Powered By Blogger

Senin, 17 Mei 2010

Mitos sungai Citarum


Cerita perjalanan bersepeda menyusuri sungai citarum dari hulu nya di gunung wayang sampai bandung selatan.  
Sekali waktu saya dan beberapa orang rekan , turun ke Bandung bersepeda, melintasi jalan yang tak biasanya. Dari Pangalengan kita berjalan ke arah barat daya, mendaki gunung wayang yang di sebaliknya adalah daerah ciparay, terus berlanjut melewati jalan raya sampai ke Bandung. Sebuah rute perjalanan yg agak memutar,  menempuh perjalanan sekitar 45 Km, selama sekitar 4 jam. 
Dari kota Pangalengan, kita melewati jalan berliku mendaki pegunungan malabar. Melewati perkebunan teh Kertamanah dan area geotermal wayang windu. Nama Wayang windu diambil dari 2 gunung kecil dimana tempat tersebut berada, gunung wayang dan gunung windu.  Di area geotermal kita menyusuri jalan yg merupakan juga jalur pipa uap sumur2 geotermal yg terdapat di sana.

Senin, 01 Februari 2010

Zaman kerajaan Hindu di Talaga

Pemerintahan Batara Gunung Picung

Kerajaan Hindu di Talaga berdiri pada abad XIII Masehi, Raja tersebut masih keturunan Ratu Galuh bertahta di Ciamis, beliau adalah putera V, juga ada hubungan darah dengan raja-raja di Pajajaran atau dikenal dengan Raja Siliwangi. Daerah kekuasaannya meliputi Talaga, Cikijing, Bantarujeg, Lemahsugih, Maja dan sebagian Selatan Majalengka.Pemerintahan Batara Gunung Picung sangat baik, agam yang dipeluk rakyat kerajaan ini adalah agama Hindu.Pada masa pemerintahaannya pembangunan prasarana jalan perekonomian telah dibuat sepanjang lebih 25 Km tepatnya Talaga - Salawangi di daerah Cakrabuana.Bidang Pembangunan lainnya, perbaikan pengairan di Cigowong yang meliputi saluran-saluran pengairan semuanya di daerah Cikijing.Tampuk pemerintahan Batara Gunung Picung berlangsung 2 windu.Raja berputera 6 orang yaitu :- Sunan Cungkilak - Sunan Benda - Sunan Gombang - Ratu Panggongsong Ramahiyang- Prabu Darma Suci- Ratu Mayang KarunaAkhir pemerintahannya kemudian dilanjutkan oleh Prabu Drama Suci.

Prasasti Budaya Sunda

DI era globalisasi saat ini ada kecenderungan bahwa masyarakat lebih menghargai budaya asing dibandingkan dengan budaya "pituin" kita sendiri. Globalisasi memang tidak bisa kita hindari, namun kita dituntut agar pandai memilih dan memilah budaya asing yang masuk, mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk diterima.

Selayaknya juga kita lebih arif untuk sekadar "melirik" kearifan lokal yang terpendam dalam khazanah budaya peninggalan nenek moyang melalui kearifan lokal yang antara lain tercermin dalam prasasti. Tanpa kita sadari, banyak manfaat serta informasi budaya hasil kreativitas dan warisan karuhun dalam prasasti yang bisa kita gali dan kita ungkapkan di masa kini.

Hubungan Sunda-Galuh


Sanjaya sebelum memenuhi panggilan Sena, ayahnya untuk menjadi raja di Medang, ia mengambil inisiatif untuk melakukan musyawarah di Purasaba Galuh, dihadiri oleh anggota kerabat kerajaan. Pada saat itu ia dianggap paling berkuasa di Pulau Jawa, sebab Kalingga sudah setengah menjadi bawahannya, sedangkan Demunawan yang memerdekakan dirinya di jamin oleh Sanjaya. Semua ia lakukan untuk menunjukan rasa hormatnya kepada Sena, ayahnya.

Kerajaan Sunda Galuh

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari
Sungai Citarum menjadi pembatas antara Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.
Kerajaan Sunda Galuh adalah suatu kerajaan yang merupakan penyatuan dua kerajaan besar di Tanah Sunda yang saling terkait erat, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Kedua kerajaan tersebut merupakan pecahan dari kerajaan Tarumanagara. Berdasarkan peninggalan sejarah seperti prasasti dan naskah kuno, ibu kota Kerajaan Sunda berada di daerah yang sekarang menjadi kota Bogor, sedangkan ibu kota Kerajaan Galuh adalah yang sekarang menjadi kota Ciamis, tepatnya di kota Kawali.

Minggu, 31 Januari 2010

KAWALI IBUKOTA BARU

1. Pusat Pemerintahan berpindah-pindah
Bila rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tumbuh secara bersangsur-angsur, ini mudah dipahami karena banyaknya kelompok etnik yang menjadi penduduk Indonesia. Rasa kesatuan etnik Sunda di Jawa Barat pun tidak tumbuh serempak, melainkan berangsur-angsur.
Telah dikemukakan bahwa keturunan Manarah yang laki-laki terputus sehingga pada tahun 852 Tahta Galuh jatuh kepada keturunan Banga, yaitu Rakeyan Wuwus yang beristrikan puteri keturunan Galuh. Sebaliknya adik perempuan Rakeyan Wuwus menikah dengan putera Galuh yang kemudian menggantikan kedudukan iparnya sebagai Raja Sunda IX dengan gelar PRABU DARMARAKSA BUANA. Kehadiran orang Galuh sebagai Raja Sunda di Pakuan waktu itu belum dapat diterima secara umum, sama halnya dengan kehadiran Sanjaya dan Tamperan sebagai orang Sunda di Galuh. Prabu Darmaraksa (891 – 895) dibunuh oleh seorang menteri Sunda yang fanatik.

Mitos Maung Panjalu



Mempelajari sejarah dan kebudayaan Panjalu tidak akan lepas dari berbagai tradisi, legenda, dan mitos yang menjadi dasar nilai-nilai kearifan budaya lokal, salah satunya adalah mitos Maung Panjalu (Harimau Panjalu). Sekelumit kisah mengenai Maung Panjalu adalah berlatar belakang hubungan dua kerajaan besar di tanah Jawa yaitu Pajajaran (Sunda) dan Majapahit.

Menurut Babad Panjalu kisah Maung Panjalu berawal dari Dewi Sucilarang puteri Prabu Siliwangi yang dinikahi Pangeran Gajah Wulung putera mahkota Raja Majaphit Prabu Brawijaya yang diboyong ke Keraton Majapahit. Dalam kisah-kisah tradisional Sunda nama Raja-raja Pajajaran (Sunda) disebut secara umum sebagai Prabu Siliwangi sedangkan nama Raja-raja Majapahit disebut sebagai Prabu Brawijaya.

Arti dari salah satu prasasti Astana Gede


Teks di bagian muka:

1. nihan tapa kawa-
2. li nu sang hyang mulia tapa bha-
3. gya parĕbu raja wastu
4. mangadĕg di kuta ka-
5. wali nu mahayuna kadatuan
6. sura wisesa nu marigi sa-
7. kuliling dayĕh. nu najur sakala
8. desa aja manu panderi pakĕna
9. gawe ring hayu pakĕn hebel ja
10. ya dina buana

Teks di bagian tepi tebal:

1. hayua diponah-ponah
2. hayua dicawuh-cawuh
3. inya neker inya angger
4. inya ninycak inya rempag


Prasasti Astana Gede

PRASASTI KAWALI
Situs Astana Gede atau Situs Kawali merupakan salah satu situs dari masa klasik. Di sini terdapat enam prasasti yang dipahatkan pada batu alam. Keenam prasasti ditulis dengan aksara dan bahasa Sunda Kuno. Dilihat dari paleografi dan bahasanya, diperkirakan berasal dari abad ke-14 Masehi. Selain itu, dari nama-nama yang disebutkan di dalamnya dapat dipastikan berasal dari abad ke-14 Masehi. Menurut naskah Carita Parahyangan yang berasal dari akhir abad ke-16 Masehi, nama-nama itu pernah menjadi raja, yaitu Rahyang Niskala Wastu Kañcana dan Rahyang Dewa Niskala, seperti yang tersebut di dalam prasasti Batutulis Bogor. Sehingga dengan demikian, Rahyang Niskala Wastukencana berasal dari Kawali.

Sabtu, 30 Januari 2010

Sejarah Galuh, Abad ke-8 s.d. Pertengahan Abad ke-20 (1942)

Oleh A. Sobana Hardjasaputra
(Putera Galuh, sejarawan dan pustakawan pada Fakultas Sastra Unpad)

Pengantar
Daerah Galuh yang sekarang bernama Ciamis memiliki perjalanan sejarah sangat panjang. Hal itu terbukti dari periodisasi yang dilewatinya, yaitu masa pra-sejarah, masa kerajaan (abad ke-8 – abad ke-16), masa kekuasaan Mataram, kekuasaan Kompeni, dan Belanda/Hindia Belanda (akhir abad ke-16 – awal tahun 1942), masa pendudukan Jepang (awal tahun 1942 – 15 Agustus 1945), dan masa kemerdekaan (17 Agustus 1945 – sekarang). Perjalanan sejarah Galuh yang panjang itu sampai sekarang masih belum terungkap secara komprehensip, bahkan beberapa bagian/episode sejarah Galuh masih “gelap”. Selain itu, sejarah Galuh masa kerajaan masih banyak bercampur dengan mitos atau legenda, sehingga ceritera tentang Galuh masa kerajaan pun terdapat beberapa versi.

Kinanti Kawali, Pupuh Warisan Jaman Mataram

Oleh PANDU RADEA

Alus tangkal Kilayugung
Di alun-alun Kawali
Dibalay diunda-unda
Di kikis diadu manis
Hanjuang Bokor ngajajar
Kaselapan kacapiring

Demikian rumpaka pupuh Kinanti yang kini keberadaanya tidak dikenal lagi oleh generasi muda di kecamatan Kawali. Padahal awal abad 19 pupuh ini menjadi hafalan wajib siswa Vervolg school (sekolah Lanjutan Jaman Belanda) yang didirikan di Kawali sekitar tahun 1905. dibalik rumpakanya yang sederhana ternyata pupuh ini, oleh beberapa tetua di Kawali diperkirakan menyimpan gambaran yang berhubungan erat dengan adanya sebuah kraton. Bisa jadi pupuh ini diciptakan untuk menceritakan kembali tentang keadaan kraton Kerajaan Kawali yang situsnya terdapat di Astana Gede di Kampung Banjarwaru Kawali.