Powered By Blogger

Senin, 17 Mei 2010

Mitos sungai Citarum


Cerita perjalanan bersepeda menyusuri sungai citarum dari hulu nya di gunung wayang sampai bandung selatan.  
Sekali waktu saya dan beberapa orang rekan , turun ke Bandung bersepeda, melintasi jalan yang tak biasanya. Dari Pangalengan kita berjalan ke arah barat daya, mendaki gunung wayang yang di sebaliknya adalah daerah ciparay, terus berlanjut melewati jalan raya sampai ke Bandung. Sebuah rute perjalanan yg agak memutar,  menempuh perjalanan sekitar 45 Km, selama sekitar 4 jam. 
Dari kota Pangalengan, kita melewati jalan berliku mendaki pegunungan malabar. Melewati perkebunan teh Kertamanah dan area geotermal wayang windu. Nama Wayang windu diambil dari 2 gunung kecil dimana tempat tersebut berada, gunung wayang dan gunung windu.  Di area geotermal kita menyusuri jalan yg merupakan juga jalur pipa uap sumur2 geotermal yg terdapat di sana.

Setelah perjalanan mendaki yg cukup melelahkan sekitar 10 Km, sampailah kita pada sebuah celah diantara gunung windu dan gunung malabar pada ketinggian sekitar 2000 m dpl. Kita belok dari jalan aspal yg merupakan jalur pipa tersebut, memasuki area hutan dan ladang penduduk, melewati jalan setapak berbatu dan tanah, jalan cenderung menurun menyusuri lereng pegunungan wayang windu. Cukup menantang juga jalan nya,perlu ke hati 2 an, dan suspensi sepeda yg bagus, karena jalan nya berkelok2 dan tak rata.
Selepas hutan , sampailah kita ke hamparan lembah diantara celah gunung tersebut yg menjadi ladang penduduk. Dramatis sekali pemandangan nya, di belakang adalah celah gunung malabar, di kiri kanan membentang 2 punggung gunung yg berbeda dan di depan dari kejauhan, tampak gunung papandayan dan gunung guntur yg menjadi batas alam dengan kabupaten Garut. Di tengah lembah mengalir sungai kecil yg airnya sangat jernih dan dingin yang tetap mengalir airnya walau di tengah musim kemarau sekalipun.
Kami pun istirahat sejenak sambil mencuci muka dengan air dingin tersebut.Saya istirahat sejenak di tengah lembah tersebut, masya Allah indah sekali , ciptaan Tuhan ini, namun agak sedih juga lihat di kejauhan beberapa area hutan mulai  gundul, dirambah oleh penduduk sekitar menjadi ladang dan kebun sayuran. Setahun yg lalu beberapa area hutan sekitar daerah ini, terbakar cukup hebat pula. Tak salah bila dikatakan bahwa memang manusia jugalah yg merusak alam yg indah ini. 
Terus menyusuri lembah, dari kejauhan mulai tampak pemukiman penduduk desa pejaten yg bersebelahan dg hutan pinus yg merupakan area hulu sungai citarum. Di lereng gunung wayang arah ke utara, terdapat telaga situ cisanti, yg menjadi hulu sungai citarum, sungai terpanjang di Jawa Barat yg airnya mengalir sampai ke laut jawa di daerah Karawang. Hulu sungai citarum, adalah daerah konservasi alam yg tak boleh ditebang pepohonan nya, sehingga masih kelihatan rimbun hutannya. Hulu sungai Citarum berupa sebuah telaga yg indah, penduduk sekitar menamainya situ Cisanti. Telaga yang indah itu dikeliling oleh pohon2 pinus yg rimbun, airnya jernih dan dingin.Di batas hutan pinus tersebut, mulai banyak dengan kebun2 sayur penduduk desa terdekat, desa Pejaten. Desa pejaten yang berada di kecamatan kertasari yg juga adalah daerah penghasil susu, sebagian air sungai mulai tercemar juga dengan limbah kotoran sapi tersebut, tapi bukan karena itulah sungai di daerah tersebut dinamakan cibereum (air merah).
Daerah sekitar hulu sungai citarum, ternyata memiliki cerita mitos tersendiri pula. Di sebelah atas danau cisanti ada 2 pohon tua yg batangnya berdekatan, kata orang itu adalah simbolik keris dan kujang dari raja siliwangi, yang bilamana kedua batang pohon tersebut sampai berjauhan itu adalah pertanda akan terjadi perang saudara di negeri ini ?.Daerah sekitar gunung wayang ternyata memiliki mitos sunda tentang kerajaan sunda jaman dulu ( siliwangi ), ada beberapa nama kampung yg cukup unik dan konon ada hubungan dengan cerita lama tsb, seperti pejaten (dari kata jati), sukaratu, tamansari,kertasari dll.Di sebelah gunung wayang ada bukit yg dinamakan gunung bedil, konon disanalah dulu terdapat meriam ( bedil) menuju istana kerajaan. Jalur celah bukit yg kita lewati tadi, dinamakan golodok, artinya semacam tangga naik menuju gapura istana, memang kondisi alamnya sangat unit celah tersebut diapit dua bukit yg simetris, kita memasuki sebuah lembah besar,bagaikan memasuki sebuah arena terbuka yg luas. Di dekat puncak gunung wayang, ada tempat yg sering dijadikan tempat bertapa para dalang yang ingin mencari kesaktian ilmu mendalang nya. Konon dulu di sekitar gunung wayang pada malam hari, orang sering mendengar suara2 seperti gamelan wayang, karena itu lah gunung tersebut dinamakan gunung wayang.
Beberapa kilometer dari desa Pejaten kita bertemu desa Cibereum yg cukup ramai, tambah ke bawah kita akan banyak menemui perkampungan. Kita berjalan menyusuri jalan yg berada di celah2 pebukitan yg merupakan juga alur sungai citarum yg tampak mulai membesar alirannya.Namun mulai jarang lagi kita temui bukit2 hijau yg rimbun dengan pepohonan, bukit2 sekitar kebanyakan sudah gundul, petani membuka lahan sampai ke atas bukit, membuka kebun sayur di tanah2 miring. Sungguh miris juga melihatnya, keindahan alam telah berganti menjadi bagaikan gundukan2 tanah bukit yg gundul, padalah sekitar 20 tahun yg lalu saya sempat kesini, masih rimbun hutan nya.
Desakan kebutuhan ekonomi sering dijadikan alasan untuk membabat hutan untuk pertanian, namun ternyata kisahnya tak sesederhana itu. Penggunaan pupuk2 kimia yg berlebihan telah membuat tanah menjadi tak subur lagi setelah beberapa kali digunakan, produktivitas hasil pertanian pun menurun, sehingga petani2 mencari lahan2 baru ke arah hutan yg masih kaya humus nya (top soil ). Tanah2 di pinggir hutan atau area baru tsb, memang subur dan produktivitas hasil pertanian nya tinggi, tapi lama kelamaan akan berkurang juga. Pada sisi lain, tanah yg terbuka tersebut membuat lapisan atas yg subur, tergerus air hujan, sehingga berkurang volumenya. 
Banyak orang tak menyadari bahwa penggunaan pupuk kimia secara berlebihan dalam jangka panjang akan merugikan, dan malah membuat petani mengalami ketergantungan pada industri petrokimia tsb, pabrik pupuk tambah kaya, tapi petani tetap miskin, sebuah paradox industrialisasi agribisnis. 
Beberapa ahli telah menyadari hal tsb, dan mulai mengembangkan pertanian organik yg menggunakan pupuk alam dan terbukti hasilnya bagus dan mau dibeli dg harga mahal oleh sebagian konsumen yg mulai betapa makanan2 yg banyak mengandung zat kimia dalam prosesnya seperti pupuk dan pestisida, secara tidak langsung memberi dampak tidak langsung juga terhadap berkembangnya beberapa penyakit orang modern yang belum ada sebelumya. 
Tanah2 bagian atas yg subur yg terbuka utk ladang sayuran tersebut, akan mudah tergerus air hujan, erosi istilahnya itulah yg menyebabkan air sungai yg tadinya jernih di hulu sungai menjadi berwarna coklat, membuat sungai jadi cepat dangkal dan sedimentasi, sehingga sungai kebanjiran saat musim hujan. Pada sisi lain, lapisan atas tersebut yg makin berkurang membuat hasil pertanian jadi berkurang.Jadi ada kerugian berlipat yg tak disadari karena hal tsb, petani kehilangan tanah subur, sehingga hasil pertaniannya berkurang, karena kurang mereka membuka lahan2 baru di area hutan / pebukitan. Tanah2 yg telah terbuka tsb tak bisa menampung air hujan, sehingga akan kekeringan di musim kemarau, namun bisa longsor dan banjir di musim hujan. Pada sisi lain lapisan tanah yg terbawa air hujan, akan membuat sungai jadi kotor berwarna coklat, membuat sedimentasi sehingga sungai tambah dangkal dan banjir di musim hujan yg merugikan orang 2 yg berada di hilir sungai. 
Melanjutkan perjalanan ke arah bawah, dari kejauhan tampaklah terhampar dataran Bandung selatan, daerah sekitar Bandung timur, ciparay, majalaya sampai ke rancaekek, indah sekali dg perpaduan pesawahan, perkampungan dan daerah industri. Walau tertutup kabut dari kejauhan tampak pula pegunungan di daerah Bandung utara, Bandung dan sekitarnya , dari sini kelihatan sekali bagaikan berada dalam mangkuk besar yg dikelilingi pegunungan. 
Di tengah perjalanan sampailah pula kita ke daerah pacet, banyak petani setempat yg mulai menanam pohon2 strawbery yg tak perlu lahan luas, ada kios2 yg menyediakan produk olahan spt sirup dan strawberi dalam kemasan, ada juga tempat yg menyediakan kebun strawberi yg bisa dipetik langsung. Saat liburan sabtu minggu, daerah tersebut cukup ramai juga dengan para wisatawan dari daerah Bandung selatan seperti Ciparay dan majalaya.Saya kira, ini satu solusi yg cukup ramah lingkungan karena penanaman strawberi tak membutuhkan lahan yg luas, namun hasil penjualan nya cukup menguntungkan juga. Setidaknya mereka tak perlu lagi membuka lahan hutan atau menggunduli pebukitan . 
Selepas daerah Pacet, kita meneruskan perjalanan sampai ke kota ciparay yg daerah nya mulai datar dan terhampar daerah pesawahan yg luas. Di tengah area pesawahan yg mana sepanjang mata memandang terhampar pesawahan, ke arah utara mulai terlihat daerah Bandung dan di selatan terbentang pebukitan yg memuncak pada gunung malabar dan gunung puntang yg kita turuni puncak nya dari tadi, masya Allah sebuah bentangan alam yg menakjubkan. Namun sayang keindahan alam tersebut tak lengkap rasanya karena sebagian pebukitan tersebut tampak gundul dari kejauhan. 
Dari daerah ciparay ke arah utara kita sampai di daerah Sapan, setelah melintasi jembatan sungai citarum. Tampak di sini sungai citarum tak indah lagi, airnya telah keruh kecoklatan, mengalir malas di musim kemarau, namun garang membanjiri di musim hujan, yah daerah sekitar ini lah yg selalu jadi berita saat kebanjiran , karena tepi sungai citarum dan hamparan pesawahan yg luas membentang tak begitu berjarak. 
Dari daerah sapan kita menapaki jalan raya menuju Bandung , kita melewati daerah pertanian yg mulai tercabik2 oleh industrialisasi, di antara pesawahan kita lihat berdiri dengan angkuhnya bangunan2 pabrik besar, tambah ke arah Bandung tambah banyak berdiri pabrik2. Saya istirahat sejenak di sebuah warung yg berada di pinggir sungai citarum di daerah Sapan tsb.
Diantara pesawahan dan pabrik2 tsb saya sempat merenung,  Betapa telah terjadi  pertarungan yg tak seimbang antara masyarakat agraris dengan industri. Pabrik2 menghasilkan limbah yg membuat sawah , ladang dan kolam tercemari, mereka juga membuang limbah cairnya ke sungai citarum, sehingga menambah rona warna air sungai yg telah coklat karena erosi tanah , dengan warna hitam limbah pabrik, baunya pun cukup menyengat . 
Seandainya sungai citarum bisa berkata, mungkin ia sudah menangis, betapa aliran airnya yg jernih dan segar di hulunya di lereng gunung wayang, kemudian berubah coklat di daerah  pertanian, terus menghitam dan berbau ketika melewati daerah industri. Entah kenapa manusia kok tega2 nya berbuat seperti itu, padalah sebenarnya merugikan mereka sendiri. Mereka sendiri yg akan menerima akibatnya, saat banjir di musim hujan , atau berkurang nya aliran listrik saat musim kemarau,karena airnya yg dibendung di PLTA Saguling, Cirata sampai Jatiluhur telah berkurang banyak. Betapa para nelayan jaring apung di danau saguling dan cirata , mengalami kerugian besar karena ikan nya mati keracunan limbah industri. Bisa jadi sebagian ikan yg kita makan telah tercemari pula, sehingga pada jangka panjang bisa membuat kita mengalami penyakit yg parah pula .. 
Sawah2 yg tak subur lagi, berkurang pula hasilnya, apalagi lahan nya telah berkurang, sehingga kita pun terpaksa mengimpor beras, tragis sekali padahal awalnya kita memiliki lahan pesawahan yg luas dan subur. Pabrik2 yg telah menghabiskan lahan2 pertanian tsb,tak banyak memberi dampak ekonomi juga pada penduduk sekitar, yg hanya bisa jadi tukang ojek atau buka warung dengan penghasilan yg lebih sedikit dari pada saat mereka bertani dulu. 
Pada giliran nya, industri2 yg didirikan oleh para pemodal asing tsb, adalah juga sunset industry, industri yg telah ketinggalan jaman di negara asalnya,banyak polusi dan kurang kompetitif. Saat ini industri2 Indonesia, spt textil yg banyak berada disana, kalah bersaing dg produk2 dari negara2 lain spt China, vietnam dll . sebagian pabrik akhirnya tutup, karyawan nya di PHK.
Logika industrialisasi dengan dorongan upah buruh rendah dan orientasi eksport akhirnya malah jadi jebakan bagi kita semua. Industri kita oleh negara lain yg upah buruhnya lebih rendah, sibuk mengekspor, malahan pasar dalam negeri digempur oleh produk2 luar negeri, seperti produks tekstil china yg membanjiri pasar dalam negeri. Logika orientasi eksport membuat banyak industri lupa untuk membangun kekuatan dalam negeri. Industri yang dibangun tak berurat berakar pada masyarakat setempat, tak terbangun sebuah masyarakat industri yang utuh, dimana pabrik tak memiliki hubungan bisnis yg saling menguntungkan atau relasi ekonomi lain nya dengan masyarakat sekitar
Kasihan sekali penduduk setempat, masyarakat pertanian yg tergagap2 masuk ke dunia industri, namun akhirnya terjerembab pula, saat pabrik2 tersebut tutup, mereka kena PHK. Mau kembali bertani tak bisa karena lahan sudah habis, kalaupun masih ada tak subur lagi, akhirnya mereka jadi pengangguran di tanahnya sendiri, sungguh tragis. Bagaikan kata pepatah, tikus mati di lumbung padi.
Jauh di hilirnya,  air dari sungai citarum ini pulalah yg mengalir jauh sampai ke keran air rumah2 orang Jakarta, karena PAM DKI mengambil air baku dari aliran sungai citarum di waduk jatiluhur. Mudah2 an orang Jakarta , tetap sehat2 saja mengkonsumsi air baku yg berasal dari sungai citarum ini. 
Betapa sebenarnya, banyak sekali manfaatnya sungai citarum ini, namun orang tak begitu peduli dengan kerusakan alam yg terjadi sepanjang daerah aliran sungai, sejak dari hulunya sampai ke hilir Banyak yg tak sadar bahwa ketidak pedulian pada alam, keserakahan dan kebodohan kita semua, telah merugikan kita sendiri.  Namun siapa pula yg mau peduli dengan itu semua ? 
“Ndra, hayu ah”, jangan ngelamun saja, mari kita lanjutkan perjalanan sudah dekat ke Bandung  ujar si Ipul teman jalan bersepeda.Omongan nya membuat lamunan saya di tepi sungai citarum itu, buyar
“Pul, lihat deh, sungai jadi begitu kotornya, padahal dari hulunya sangat jernih, kata saya.“ngapain sih mikiran sungai segala”, bukan tempat kita ini kok” , biar ada orang lain yg ngurusin
Yah, begitu lah sikap sebagian kita, cenderung egois, tak mau peduli dg lingkungan sekitar.. 
Kita pun melanjutkan perjalanan, melewati jalan yg di kiri kanan nya banyak pabrik, sebagian telah tutup, di belakang pabrik dan di sela2 perkampungan, tampak pula aliran sungai citarum yg coklat kehitam2an bergerak pelan seolah berat membawa beban…. 
Bisa jadi suasana riak air sungai itu, merupakan pula cerminan kondisi hati orang2 disekitarnya, Air yg jernih , sejuk di gunung wayang tadi tempat mata air sungai citarum, menggambarkan pula, kondisi jiwa penduduk sekitarnya yg jernih dan sejuk, sedangkan air sungai yg sama setelah sampai ke kawasan industri bandung selatan yg telah menghitam dan berbau ini, menggambarkan pula suasana hati sebagian kita yg kelabu penuh ketidakpedulian, keserakahan, kebodohan, salah urus dan setumpuk warna hati kelam lain nya. 
Perjalanan melewati area persawahan berakhir di tepi jalan tol padaleunyi, kita melintasi jembatan di atas jalan tol yg juga adalah batas kota Bandung. Di siang terik kita mengakhiri perjalanan bersepeda dari Pangalengan tadi menyusuri daerah ciwastra sampai ke rumah di daerah Margahayu Raya- Bandung. 
Kalau tadi di daerah Sapan kita lihat area pesawahan habis oleh pabrik2, di daerah Ciwastra, daerah pesawahan habis oleh perumahan2, penduduk kota yg seolah rakus menghabisi tanah2 pertanian subur tersebut .  
Kata orang2 tua, jaman baheula, saat Ismail Marzuki menggubah lagu tentang Bandung selatan di waktu malam, yg begitu indah dan romantis. Daerah tersebut adalah daerah pesawahan yg subur yg diairi oleh sungai citarum yg membelah di tengahnya…. 
Dulu tak pernah ada berita kebanjiran, berita kelaparan, import beras, sungai jadi hitam , bau dan setumpuk cerita sumbang lain nya. 
Entah kenapa, dengan bergulirnya waktu, kehidupan dan keadaan alam sekitar kita bukannya bertambah baik, padalah seharusnya orang yg hidup kemudian haruslah lebih baik, karena ia bisa belajar dari orang2 yg hidup sebelumnya.
Hanyalah keledai bodoh yg terjatuh kembali ke lubang yg sama 
Mudah2 an kita tetap adalah manusia, makhluk ciptaan Tuhan yg lebih pandai, lebih mulia dan memiliki hati yg jernih… 
Kondisi alam sekitar, adalah cerminan juga kondisi hati kita semua, Hutan dan bukit2 yg gundul dan gersang, adalah cerminan hati yg kering dan gelisah pula, air sungai yg kelam dan berbau, adalah juga cerminan suasana kelam jiwa ini…. 
Semoga gambaran jiwa kita masih bersemayam di hulu sungai yg airnya jernih dan sejuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar